Cerpen - Sekelumit Harapan
SEKELUMIT HARAPAN
Panas matahari mulai terasa menyengat, seakan-akan
membakar pori-pori kulitku. Keringat mulai bercucuran dengan sangat derasnya,
hingga menimbulkan bau di sekujur tubuhku. Aku berhenti melangkah dan duduk
dibawah sebuah pohon yang cukup lebat. Kuletakkan koran-koran yang masih
tersisa di pangkuanku. Ku ambil sebuah buku yang selalu kubawa. Dan akupun
mulai menuliskan sesuatu disana. Menorehkan setetes demi setetes tinta dari
pena kecilku. Menuliskan huruf demi huruf, kata demi kata, dan merangkainya
menjadi sebuah kalimat hingga berupa paragraf. Tiba-tiba, tanpa sepengetahuanku
seseorang telah duduk manis di sampingku.
“Karanganmu cukup bagus”, kata seseorang
yang kumaksud tadi.
“Ah, Bimo. Kau mengagetkanku saja”, ujarku
pada Bimo yang hanya dibalas cengiran andalannya.
“Apa kau tak lapar, Re?”, tanyanya
padaku.
“Bilang saja kalau kau ingin makan”,
sindirku.
“Ah, kau tau saja. Ngomong-ngomong,
berapa penghasilanmu hari ini?”, tanya Bimo yang membuatku menghentikan
aktivitas menulisku.
“Penghasilanku hari ini lumayalah, mo.
Seenggaknya lebih banyak dari yang kemarin. Udahlah, ayo kita cari makan”,
ujarku yang dibalas anggukan olehnya.
Setelah itu, kami pun membeli makanan di
sebuah warteg yang cukup sepi. Setelah kami menghabiskan makanan, kami pun
bergegas pulang karna langit mulai gelap. Di tengah perjalanan, kami bersenda
gurau bersama sembari menatap jalanan kota yang padat manusia.
“Enak ya mo, jadi orang yang di dalam
mobil-mobil mewah itu. Hidupnya pasti bahagia banget. Andai saja, aku jadi
salah satu anak mereka. Pasti aku berubah bak putri kerajaan yang paling cantik
di negeri ini. Semua yang aku mau, langsung terpenuhi,” ujarku sambil
berputar-putar layaknya seorang putri.
“Hahaha... Khayalanmu ketinggian re. Kata
nenekku, hidup itu seperti roda berputar, kadang di atas, kadang di bawah.
Semua orang pasti pernah hidup susah. Tuh liat orang berjas hitam itu,” sambil
menunjuk seseorang, “Semua yang mereka miliki sekarang adalah hasil kerja
kerasnya dulu yang mati-matian cari duit seperti kita. Dan satu lagi, belum
tentu orang kaya itu bahagia, kebanyakan yang terjadi sekarang adalah tindak
korupsi dan ambil alih kekuasaan. Terus, masuk penjara deh. Mau?,” jelas Bimo
panjang lebar
“Enggak sih,” ujar Rere dengan wajah
murung.
“Makanya, kerja dulu yang bener. Nabung
yang banyak, biar kalo udah besar nanti, kita bisa jadi kaya seperti
orang-orang berjas itu,”
“Iya, betul katamu mo. Pokoknya aku
bakalan kerja lebih giat lagi, dan aku juga lebih rajin bikin karangan. Siapa
tau, nanti aku bisa jadi penulis,”
“Udah, jangan ngayal terus. Tuh kita udah
sampe. Sana istirahat, besok kita kerja lagi,” tutur Bimo.
“Siap bos,” ujarku patuh.
Inilah kisahku, menjadi seorang anak
jalanan yang begitu banyak impian dan khayalan. Entah sudah berapa ribu hal yang
ku harapkan namun belum terwujudkan. Semoga, kelak aku bisa mewujudkan apa yang
kuimpikan sekarang.
-Wnd
Comments
Post a Comment