Cerpen Pengalaman-Lembaran Baru

Lembaran Baru

Mentari pagi telah bersinar dengan terangnya. Seolah-olah membangunkan seluruh jiwa para manusia. Sementara embun pagi masih bermalas-malasan, kalah dengan burung yang berkicau begitu riang, menyambut pagi yang lenggang. Udara pagi masih begitu dingin ketika akhirnya aku mulai menghabiskan masa liburan panjang kemarin. Hari ini adalah hari dimana aku harus mulai lagi rutinitas seperti biasa sebagai seorang pelajar.

Tahun ini aku berhasil lulus dari sekolah dasar yang begitu menyenangkan. Setelah enam tahun bersama, kini kami beranjak dewasa, berusaha menimba ilmu ke tingkat selanjutnya. Memang, membuka lembaran baru tak semudah membalikkan telapak tangan. Seperti yang kurasakan sekarang. Bertemu orang baru, dengan sekolah baru, suasana baru dan semua terasa janggal menurutku. Mungkin, bagi beberapa orang memiliki sesuatu yang baru itu sangat menyenangkan. Namun, tidak bagiku. Aku sangat membenci orang asing. Ditambah lagi dengan sifatku yang memang tidak mudah bergaul. Sulit rasanya memilih teman yang tepat, yang tidak menjerumuskanku ke arah yang tidak benar.

Pagi ini, aku berusaha melawan rasa takutku. Kulangkahkan kakiku dengan pasti, menuju ruang kelas yang sangat asing bagiku. Terlihat berbagai macam raut dan mimik yang berbeda di setiap penjuru. Mungkin, beberapa pasang mata mulai melirikku. Dan yang lain tidak. Aku pun memutuskan duduk di sebuah bangku kosong di baris kedua dekat pintu. Menunggu seseorang yang berbaik hati duduk bersebelahan denganku. Tiba-tiba, seorang anak duduk seraya memamerkan senyum manisnya kepadaku, kubalas dengan anggukan singkat dengan rasa canggung yang mulai menggelayuti diriku. Ia tampak familiar, pikirku. Ternyata, namanya adalah Nabila, kami adalah murid dari sekolah yang sama namun berbeda kelas. Lega rasanya memiliki teman yang sempat kukenal meski tak begitu akrab.

Tiga hari menjalani MOS, aku tidak banyak bicara selain menikmati suasana sekolah yang nyaman. Aku masih begitu risih dengan teman sekelasku yang masih begitu asing bagiku. Apalagi, melihat tingkah anak lelaki yang mulai tidak bisa diatur. Sungguh, aku semakin tak nyaman, rasanya aku ingin kembali ke masa sekolah dasarku dulu, dimana kami saling berbaur tanpa memandang perbedaann. Disini, semua orang terlihat jahat dan nakal. Feeling-ku mulai berlarian kemana-mana. Bahkan, setelah tiga hari bersekolah, aku hanya mengenal Nabila saja. Miris, memang. Bagaimana tidak? Aku selalu dihantui rasa takut untuk sekedar berkenalan dengan orang asing.

Setelah masaMOSselesai kami mulai mendapatkan pelajaran seperti biasanya di sekolah. Hari itu, adalah hari Senin ketika pertama kali kita mulai belajar di SMP. Mata pelajaran pertama, tiba-tiba aku merasa takut, “Kok gurunya seperti itu ya…” bisikku kepada teman sebangkuku, Nabila.

“Memang kenapa, fin?” jawab Nabila seraya mengerutkan kening tanda tak mengerti.

“Itu, seram, sepertinya bapak itu galak…” ucapku lagi.

Aku sempat takut melihat penampilan guru pertama itu. Bayangkan saja, badannya tinggi besar, hitam, matanya tajam dan yang paling membuat aku takut adalah kumisnya yang sangat tebal. Karena sangat takut aku bahkan sampai merinding dan gemetar, “Aduh bagaimana ini…”, ucapku lirih. Aku merasa, pelajaran di SMP sangatlah berat. Bahkan, gurunya saja tampak tegas dan sangat disiplin. Berbeda dengan di sekolah dasar dulu, gurunya sangat baik, sabar, dan yang pasti, sebagian besar masih tampak muda. Sungguh, aku sangat merindukan hal itu.

“Sudah, diam jangan ribut dulu, belum tentu bapak itu galak”, jawab Ratna yang kutahu ia adalah teman dekat Nabila. Akhirnya aku serius memperhatikan bapak itu. Ternyata, dugaanku salah. Setelah berkenalan dan memberikan pelajaran ternyata bapak itu tidak galak.
Beliau sangat sabar dan humoris. Seluruh penghuni kelas dibuat tertawa oleh kelucuan guru tersebut. Membuat kami tidak tegang dengan raut mukanya. Akhirnya, pelan-pelan rasa takut ku pun hilang.

“Tuh, kan. Apa kubilang. Mangkanya, jangan menilai orang dari covernya,” ujar Ratna yang dibalas kekehan kecil dariku.

Begitulah, hari pertama yang menegangkan ternyata tidak seperti yang aku takutkan sebelumnya. Pengalaman hari pertama masuk sekolah itu membuatku tidak takut lagi ketika melihat keasingan yang terjadi. Lama-lama, aku mulai terbiasa. Aku pun berusaha beradaptasi dengan keadaan. Ternyata, dugaanku salah. Orang yang selama ini terlihat jahat, ternyata adalah orang yang baik. Kini, aku mendapat banyak teman. Kami menjalin pertemanan, tanpa saling membedakan. Saling bertukar cerita, bercanda tawa, seakan perbedaan bukan menjadi penggalang untuk menjalin kerukunan.

Itulah pengalaman di hari pertamaku sekolah. Menjajakan kaki di tingkat SMP membuatku mendapat banyak pengalaman dan wawasan baru. Memang, membuka lembaran baru membuatku semakin mengetahui hal-hal baru yang menurutku sangat seru. Semua terlewati dengan sempurna. Hari-hari yang kujalani semakin berwarna. Lembaran yang dulu kosong dan terasa hampa, kini telah terisi oleh berbagai lika-liku kehidupan. Kini aku sadar, rasa takut akan sesuatu yang baru hanya bisa menghambat masa depanku.



Comments

Popular posts from this blog

Cerpen - Dibawah Naungan Ilusi

Perihal Pena - Pertemuan

Cerpen Millenial - Pesan Terakhir Kakek