Perihal Pena - Cerita di Atas Kertas Bertinta
Cerita di Atas Kertas Bertinta
Di bawah naungan renjana, disinilah kita tercipta. Aku yang suka tertawa dan kau yang hobi bercanda. Bersatu, bermesra layaknya saudara tanpa ikatan darah. Bertemankan segenap rasa seolah menyergap dengan gegabah, kisah kita membiru di tengah kelabu. Bersemu dengan lagu Celengan Rindu yang mengalir tanpa sihir, membuatku tak ingin beranjak barang sedetik saja. Berharap membuang waktu lebih lama hingga mentari tak lagi menampakkan diri.
Aku yang tengah bahagia dengan alur cerita, dan kau yang berhasil menyempurnakannya. Bak putri kerajaan dan kau adalah pangeran tertampan, kita bersemayam di bangku taman.
Kau menghadirkan banyak kejutan. Lewat sikap yang sangat ku banggakan, kau menghadiahkan mawar putih sebagai lambang kasih, serta sebatang cokelat sebagai pemanis yang begitu memikat.
Semua berjalan begitu romantis layaknya tak ada hambatan yang mengganggu si penulis. Aku tau, skenario Tuhan pasti kan berputar. Dan aku tak bisa membayangkan jika hari itu terjadi. Dimana semua seolah terhenti.
Hadirlah suatu masa. Dimana semua hanya sebatas angin yang menerpa. Ah, tampaknya si penulis tak mampu berpikir logis, hingga kisah kita pun berakhir tragis.
Seperti kisah Cinderella yang lenyap di jam dua belas tepat. Pada saat itu pula pesta berakhir tanpa syarat. Aku seolah kehilangan jati diri. Merasa tengah tertidur pulas dengan mimpi di dunia fantasi, aku terbangun dengan keadaan yang tak lagi abadi.
Berusaha mengerjapkan mata, nyatanya semua tak bisa kembali seperti dulu lagi. Faktanya, waktu lebih pandai mengubah segalanya, dibandingkan manusia yang hanya berkelana di atas kebahagiaan yang fana.
Aku membuang napas pasrah, meletakkan pena yang sedari tadi berkeliaran di atas kertas yang penuh keluhan. Bersamaan dengan kembalinya mentari yang bersembunyi, ku awali pagi ini dengan cerita baru lagi.
-Wnd
Comments
Post a Comment