Perihal Pena - Pelarian

 Pelarian

Aku tidak tau mengapa rasa ini masih ada. Tapi aku harap kau mengalaminya juga. Meski nyatanya kau takkan berubah, setidaknya ada setitik rasa yang dulu singgah dan masih enggan untuk pindah. 

Aku tau, aku salah. Aku terlalu berharap tentang hubungan lebih yang mungkin membuatmu risih. Itu karenamu juga yang terlalu manis berdalih. Dan aku yang terlalu dalam memahami walau kupikir kau tak perduli. 

Aku terlalu jauh dan jatuh dalam kedekatan kita meski kau selalu berkata 'teman sajalah'. Hatiku terlalu sakit untuk mencernanya, seolah memberontak ingin menyumpal mulutmu yang terlalu ambigu itu.

Aku gagal menahan degub jantungku, ketika pembicaraan kita bersemu di ujung waktu. Kau terlalu banyak memberi jalan, dimana kita selalu bersama layaknya pasangan. Tapi yang namanya rasa, pasti akan tumbuh tanpa sengaja. Dan kau tak berhak melarangnya.

Kau sendiri yang berhasil membuat perasaanku bergejolak, dan kau juga yang membuat rasa sakit itu meledak. Kupikir, hubungan kita takkan berakhir jikalau aku jujur mengungkapkan. 

Tapi semua diluar dugaan. Kau pergi dengan perasaan yang tak terobati. Meninggalkan bekas tak berbalas. Bersama dengan kisah tak berujung yang kau buat semena-mena.

Aku rindu dengan kita yang dulu. Sekedar teman tanpa perasaan, membuatku sulit akan hal itu. Harusnya kau mengerti, bukan malah membenci.

Jika akhir cerita kita seperti ini, lebih baik kita tak pernah saling mengenal dan dekat dengan asal. Seharusnya kita tak usah bertemu dan aku tetaplah menjadi abu. Dan seharusnya kita tak pernah menjalin kisah, jika kau hanya dekat demi mencari obat.



-Wnd

Comments

Popular posts from this blog

Cerpen - Dibawah Naungan Ilusi

Perihal Pena - Pertemuan

Cerpen Millenial - Pesan Terakhir Kakek