Perihal Pena - Masa Lalu

Masa Lalu

Diantara lorong masa lalu, ku kemudikan kuda tuk berpacu. Meneliti detik demi detik kenangan yang dulu kita rajut dengan lugu. Berharap aku masih bisa merasakannya. Dimana dua anak kecil bermain dengan tawa yang menghiasi wajah keduanya.

Layaknya pesawat kertas yang terbang bebas, jarak diantara kita pun tak ada batas. Saling berkejaran sekedar memperebutkan makanan, itu hal wajar yang kita lakukan. Menatap langit di tengah keheningan, sembari menghitung bintang dan kita pun terlelap di balkon rumah dengan wajah lelah.

Ah, membayangkan hal itu sungguh membuatku candu. Ketika aku menangis karenamu, kau lah yang mengembalikan tawaku. Setelah itu, kita akan saling meledek dan kembali saling kejar hingga senja datang.

Seketika, aku pun meringis pilu. Sadar akan waktu yang tak sama lagi. Keadaan telah berubah tak seperti dulu lagi. Lagi, dan lagi. Aku menumpahkan air mata, kutumpahkan segala kerinduan tentang kenangan itu. Berharap sebentar saja aku kembali ke masa lalu. Dan aku akan mengatakan kepadanya, bahwa aku tak baik-baik saja tanpamu. Aku tak bisa menahan rindu karena kenangan kita yang terus bersemayam di setiap mimpiku.

Tapi, waktu lebih dulu membalikkan ekspetasi. Dimana perpisahan menghampiri tanpa tapi. Kau pergi tak berkabar, sedangkan aku yang seolah kehilangan satu raga yang selama ini menjadi penopang. Kenapa kau pergi meninggalkan kenangan? Seharusnya, kau tetap tinggal dan kita akan memulai semuanya disini. Di balkon rumah yang dulu kita selalu berangan-angan tentang masa depan.

Kau pernah berkata jikalau dirimu akan membawaku menuju cita-citamu. Menjadi seorang pilot dan aku pramugarinya. Dan kita pun akan bisa merasakan bagaimana pesawat kertas itu terbang di angkasa. 

Tapi apa? Kau lebih dulu mengingkari. Sedangkan aku masih berharap kau kembali hingga detik ini. Jika kau mendengar keluhku, aku yakin kau juga merasakan hal yang sama sepertiku. 



-Wnd

Comments

Popular posts from this blog

Cerpen - Dibawah Naungan Ilusi

Perihal Pena - Pertemuan

Cerpen Millenial - Pesan Terakhir Kakek