Perihal Pena - Penghianatan

Penghianatan

Mata itu seolah berbicara. Ketika kebohonganmu seakan tiada ujungnya. Layaknya bersandiwara di depan kamera, kau mencampakkan banyak cerita dan berusaha membuatku percaya. Berbagai raut wajah kau buat sedemikian rupa demi melancarkan niat yang kau susun dengan akurat. 

Aku merasa bodoh. Seperti orang yang sedang berbahagia, tapi nyatanya aku dihianati di belakangnya. Merasa paling hina, aku selalu saja dilempar dengan segala kebohongan yang seolah nyata. 

Asa yang dulu membara, termakan habis bersama kisah kita yang tragis. Kau memperlakukanku seperti orang keduamu. Kau berlagak tulus, tapi faktanya hubungan kita seolah hanya kau jadikan status.

Aku terlalu baik, untuk kau yang sangat licik. Jika kau hanya menyakiti, lalu kenapa rasa ini tak kunjung pergi? Aku benci dengan semua ini. Ingin mengakhiri, tapi ada rasa tak rela untuk mengikhlaskanmu tertawa bersama dusta yang berhasil kau buat. Aku tak mengerti. Berjuang atau berhenti dengan rasa yang tak terobati? 

Aku ingin mengakhiri. Tapi itu artinya, aku kalah dengan pengkhianatan ini. Selagi masih bisa diperjuangkan, apa boleh buat? Jika aku tak bahagia, kau juga harus merasakan sakit yang ku derita. Meski kisah kita akan berakhir juga, setidaknya kau juga ikut merasakannya. Aku tak rela kau bahagia dengan kebohonganmu. Sedangkan aku menahan lara akibat perbuatanmu.

Ya, aku tak mungkin membiarkan dusta ini berhasil menjadi kendalimu. Aku akan buktikan, bahwa aku tak seperti yang kau bayangkan. Aku mampu berjalan tanpamu, tanpa hubungan kita pun, hidupku sudah berwarna. Karena ku tahu, masih banyak hati yang tersisa yang mau menerimaku dengan tulus, bukan sepertimu yang berakal bulus.




-Wnd


Comments

Popular posts from this blog

Cerpen - Dibawah Naungan Ilusi

Perihal Pena - Pertemuan

Cerpen Millenial - Pesan Terakhir Kakek