Posts

Showing posts from September, 2020

Perihal Pena - Oktober

Hai, Oktober.  Jangan jahat ya. Aku tau keadaan tak lagi sama. Tapi aku harap, di pergantian bulan ini aku mampu melupakannya. Melupakan semua tentang dia dan tentang kehaluan yang takkan bisa menjadi nyata.  Di bulan ini, aku banyak belajar dari bulan-bulan sebelumnya. Masalah yang datang silih berganti, membuatku lebih tabah menghadapi apa yang selanjutnya akan terjadi. Tapi, kalau kamu menduga sekarang aku lebih tegar, kau salah. Nyatanya, aku belum pulih dari rasa sakit itu. Rasa yang dulu indah kini telah terpatahkan oleh kata-katamu yang berkilah.  Aku lupa sejak kapan rasa sakit ini mulai ada. Sejak kapan pula kita tak lagi bertukar cerita. Tak apa. Aku tak masalah. Aku hanya tak ingin menciptakan beban baru yang nantinya akan menyulitkanku. Karena hidupku sudah sulit dan jangan lagi diperumit.  Aku sadar berkat kamu. Kamulah yang berhasil membuka mataku lebar-lebar tentang kenyataan, bukan candaan. Kau telah menyadarkanku bahwa hidup bukan tentang apa yang ki...

Perihal Pena – Jatuh

 Aku seakan jatuh tak berdaya. Bukan jatuh ke dalam pesona, melainkan jatuh ke dalam lubang yang salah. Derai air mata seolah tak bisa mencurahkannya. Peluh di tubuhku nyaris tak tersisa. Terlalu sakit memang. Hingga pandanganku pun kian meremang.  Aku jatuh dalam kepahitan yang nyata. Bergetar, bergemuruh di dada. Ternyata aku salah langkah. Sehingga akupun tak tau arah. Menjadikanku semakin terlihat lemah. Bermain-main dengan hati memang tak bisa dipungkiri. Aku begitu rapuh saat tau lara ini semakin tak terbasuh. Aku semakin goyah saat waktu mulai mendefinisikan kebenarannya. Seolah terungkap dengan nyata, apa yang dulu indah kini menjadi sebuah anak panah. Menancap dengan tega, menembus hingga ke ujung nadi. Aku pun seolah tak punya jati diri. Terkalahkan oleh rasa yang dulu ada, aku tak bisa menemukan makna. Entah seperti apa sebenarnya jatuh cinta. Apa mungkin inilah resiko? Atau buah dari pohon yang tak berbunga? Entahlah. Yang pasti, jatuh cinta itu sakit. Aku berusaha...

Perihal Pena – Rasa

Aku bernama rasa. Aku ada ketika seseorang merasakan aura berbeda di hatinya. Ada kalanya aku bersemayam sejenak di satu hati dan berpindah posisi. Lalu melangkah pergi untuk hati yang tak mau memberi. Kadang aku terpendam, kadang pula aku tertanam entah berapa lama. Ada saatnya aku akan patah. Ada saatnya aku akan retak. Ada saatnya pula aku akan terbuang bahkan dibiarkan begitu saja.  Aku merasa terkekang ketika seseorang itu terus memendamku. Padahal aku ingin diperhatikan, aku ingin membuat seseorang menghargai kehadiranku. Aku ingin mengatakan kepada mereka yang memilikiku, bahwa aku perlu diungkapkan secara terang-terangan, bukan terus tertahan.  Jika aku terus seperti ini, aku akan meledak. Bisa jadi ledakan itu berbuah indah, bisa jadi pula ledakan itu akan membawa kehancuran. Apalagi untuk orang ketiga, aku seakan tak tau jalan. Aku tumbuh karena ada satu pihak yang berusaha menanam. Tapi, ia tak selamanya memetik. Bisa jadi ia hanya diam tak berkutik lalu meninggalka...

Perihal Pena - Masa Lalu

Masa Lalu Diantara lorong masa lalu, ku kemudikan kuda tuk berpacu. Meneliti detik demi detik kenangan yang dulu kita rajut dengan lugu. Berharap aku masih bisa merasakannya. Dimana dua anak kecil bermain dengan tawa yang menghiasi wajah keduanya. Layaknya pesawat kertas yang terbang bebas, jarak diantara kita pun tak ada batas. Saling berkejaran sekedar memperebutkan makanan, itu hal wajar yang kita lakukan. Menatap langit di tengah keheningan, sembari menghitung bintang dan kita pun terlelap di balkon rumah dengan wajah lelah. Ah, membayangkan hal itu sungguh membuatku candu. Ketika aku menangis karenamu, kau lah yang mengembalikan tawaku. Setelah itu, kita akan saling meledek dan kembali saling kejar hingga senja datang. Seketika, aku pun meringis pilu. Sadar akan waktu yang tak sama lagi. Keadaan telah berubah tak seperti dulu lagi. Lagi, dan lagi. Aku menumpahkan air mata, kutumpahkan segala kerinduan tentang kenangan itu. Berharap sebentar saja aku kembali ke masa lalu. Dan aku a...

Perihal Pena - Jadilah Aku Sebentar Saja

 Jadilah Aku Sebentar Saja Andai kau bisa merasakan betapa berat menjadi aku. Menjadi sosok palsu di depan semua orang, menjadi nyata di belakang. Berusaha baik-baik saja, nyatanya diri ini sedang tersiksa. Berusaha menutupi kesedihan, berusaha bahagia walau sebenarnya aku begitu kesakitan.  Aku lelah dengan semua ini. Sedangkan kau bersikap seenak hati. Kau selalu memberiku harapan, tapi semua itu kau patahkan dan pergi meninggalkan. Lalu apa gunanya aku di hidupmu? Sekedar teman berkeluh kesah, lalu pergi dengan seribu alasan yang berkisah? Kau tak perduli dengan perasaanku. Padahal, aku sangat menanti kata-kata itu keluar dari mulutmu.  Kedekatan kita terlampau jauh dan aku ingin lebih dari ini. Aku ingin kita menjalin kisah dan kita lalui hidup yang kelam ini bersama-sama. Kita bangun pondasi terkuat dimana akan ada tawa yang menjadi pengikat.  Ah, tapi kau tak perduli. Hadirmu hanya sebatas tumpang tindih di hidupku. Dimana aku hanyalah peristirahatan sejenak di...

Perihal Pena - Penghianatan

Penghianatan Mata itu seolah berbicara. Ketika kebohonganmu seakan tiada ujungnya. Layaknya bersandiwara di depan kamera, kau mencampakkan banyak cerita dan berusaha membuatku percaya. Berbagai raut wajah kau buat sedemikian rupa demi melancarkan niat yang kau susun dengan akurat.  Aku merasa bodoh. Seperti orang yang sedang berbahagia, tapi nyatanya aku dihianati di belakangnya. Merasa paling hina, aku selalu saja dilempar dengan segala kebohongan yang seolah nyata.  Asa yang dulu membara, termakan habis bersama kisah kita yang tragis. Kau memperlakukanku seperti orang keduamu. Kau berlagak tulus, tapi faktanya hubungan kita seolah hanya kau jadikan status. Aku terlalu baik, untuk kau yang sangat licik. Jika kau hanya menyakiti, lalu kenapa rasa ini tak kunjung pergi? Aku benci dengan semua ini. Ingin mengakhiri, tapi ada rasa tak rela untuk mengikhlaskanmu tertawa bersama dusta yang berhasil kau buat. Aku tak mengerti. Berjuang atau berhenti dengan rasa yang tak terobati?...

Perihal Pena - Gundah

Gundah Aku tidak tau harus bertanya kepada siapa. Perihal gundah yang kian menerpa, apa kau bisa mencernanya? Ah, rasanya tidak. Kau tidak akan merasakan kegundahan ini, meski suara hati berulang kali berbisik dengan fasih. Nyatanya, telingamu cukup sirik dengan suaraku yang seperti jangkrik.  Aku diam. Menatap rembulan berharap ia bisa mengantarkan perihal kegundahan yang kurasakan. Meraung pada bintang berharap ia dapat mencerahkan hati yang sedang dilanda gundah ini. Aku resah pada semesta yang membiarkan ku sendiri melawan gelisah. Fiuhh.. Aku harus bisa. Kegundahan ini berhasil menantang keberanian ku. Dan kau siap berperang dengan apa yang dilontarkan. Satu dua patah kata, mungkin sudah cukup melegakan.  Tunggu, lalu aku harus memulainya dari mana? Dari awal bertemu atau sekadar bertamu di waktu tanpa wacana itu? Ah, ku katakan saja langsung pada intinya. Tak perlu berlama-lama, karena ada rasa tidak siap menerima. Waktu sudah menunggu janjiku. Menyatakan kegundahan yang...